Sejarah pura Ulun Bali
Asal nama Bedugul dari kata “bedug” dan “kul-kul”, dua kata tersebut ialah dua buah alat yang mewujudkan bunyi-bunyian. Bedug ialah alat musik khas umat muslim dan diletakkan juga di mesjid-mesjid, sedangkan Kul-kul ialah kentongan yang diaplikasikan sebagai petunjuk untuk komunikasi masyarakat Bali. Dan di kawasan ini ada sebuah mesjid berdiri di pinggir jalan, perpaduan dua kata dari dua kebiasaan berbeda ini, ialah akuluturasi kebiasaan yang sudah terjaga baik di Bali. Ada versi lain juga yang timbul asal dari kata Bedugul tersebut timbul saat ada seorang raja mandi di danau Beratan, kemudian diamati oleh warga sekitar dan mengatakan “bedogol raja nampak” sehingga kata bedogol tersebut sekarang menjadi Bedugul.
Pura Ulun Danu di Danau Beratan Bedugul tersebut dari urain sejarah dalam lontar Babad Mengwi, bahwa di kawasan ini terdapat dua peninggalan sejarah ialah sarkopagus dan juga papan batu yang berasal dari jaman Megalitikum, sehingga terbilang sudah cukup kuno dan tua, berasal dari tahun 500 SM. Jadi daerah ini sudah diaplikasikan sebagai daerah mengerjakan ritual sejak jaman megalitikum. Kedua artefak tersebut sekarang diletakkan di dalam pura. Kalau sejarah eksistensi pura Ulun Danu dikaitkan dengan nama Bedugul bentang waktunya betul-betul jauh, perbandingannya jaman Megalitikum dengan masuknya Islam ke Bali seandainya dikaitkan dengan kata “bedug” pada nama Bedugul.
Menyimak sejarah dari pura Ulun Danu tersebut, sekilas tersirat dalam lontar Babad Mengwi yang menguraikan, Saat raja Mengwi ialah I Gusti Agung Putu mengalami kekalahan dalam perang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Dalam kekalahannya I Gusti Agung mengerjakan tapa semadi di puncak Gunung Mangu untuk memohon pencerahan dan kesaktian, sesudah berkat tersebut diperoleh beliau bangkit dan mendirikan istana Belayu (bela ayu) dan kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng, dan sukses dengan kemenangan, sesudah kemenangan tersebut raja mendirikan pura di tepi danau Beratan dan sekarang bernama pura Ulun Danu.
Raja Mengwi ialah I Gusti Agung Putu yang ialah pendiri kerajaan Mengwi yang juga memiliki kaitan erat dengan Pura Taman Ayun di Mengwi juga mendirikan pura di pinggir danau Beratan. Raja mendirikan Pura Ulun Danu Beratan sebelum mendirikan pura Taman Ayun, tidak ada angka tahun yang jelas kapan berdirinya pura tersebut. Tapi dalam Lontar Babad Mengwi tersebut diceritakan bahwa pura Taman Ayun dipelaspas pada Anggara Kliwon Medangsia tahun Saka Sad Bhuta Yaksa Dewaya tahun 1634 Masehi atau Isaka 1556.
Berdasarkan tahun berdirinya pura Taman Ayun di Mengwi, karenanya dipastikan pura Ulun Danu di danau Beratan Bedugul tersebut didirikan sebelum tahun 1634 Masehi, sedangkan artefak yang ada di pura tersebut diperkirakan sudah ada 500 tahun sebelum masehi. Semenjak berdirinya pura tersebut kerajaan Mengwi menjadi termahsyur dan raja dikasih gelar ” I Gusti Agung Sakti” oleh rakyatnya. Pura Ulun Danu Beratan ini diempon atau dipelihara oleh 4 desa satakan atau “gebug satak”, yang terdiri dari; Satakan Baturiti yang terdiri dari 6 bendesa adat, satakan Candi Kuning terdiri 5 bendesa adat, satakan Antapan mewilayahi 4 bendesa adat dan satakan Bangah terdiri dari 3 bendesa adat.
Wilayah Pura Ulun Danu di danau Beratan Bedugul tersebut memiliki 5 buah komplek pura dan satu stupa Budha, ini menggambarkan saat berdirinya pura Ulun Danu tersbut sudah terjadi akulturasi kebiasaan Hindu dengan Budha yang ialah keselarasan dan harmoni antar umat beragama. Lima komplek pura tersebut diantaranya ialah; Wisata Pura Ulun Bali Penataran Agung menjadi daerah pemujaan Tri Purusha Siwa ialah Dewa Siwa, Sadha Siwa dan Parama Siwa, Pura Dalem Purwa sebagai stana Bhatari Durga dan Dewa Ludra, Pura Taman Beji sebagai tujuan upacara melasti dan memohon Tirta amertha, Pura Lingga Petak yang berlokasi di tengah danau sebagai sumber utama air dan kesuburan sebagai stana Dewi Sri dan Pura Prajapati sebagai stana Dewi durga.